Dasar agama ibrahim yaitu islam, yaitu menyerahkan diri, patuh dan tunduk kepada Alloh ‘Azza wa Jalla dengan cara mentauhidkan-Nya, mentaati dan membebaskan diri dari kesyirikan dan ahli syirik. Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar berlepas diri dari ajaran thagut yang disembah oleh orang-orang yang menyembahnya selain Alloh ‘Azza wa Jalla. Alloh ‘Azza wa Jalla memberi sifat kepada Ibrahim dengan sifat-sifat yang merupakan sifat tertinggi dalam tauhid. Dia adalah imam, yaitu menjadi suri teladan, pemimpin dan pendidik kebaikan. beliau senantiasa patuh kepada Alloh ‘Azza wa Jalla. Beliau adalah orang yang ikhlas dan jujur dan jauh dari syirik. Agama Ibrohim Adalah Agama Tauhid.
Salah satu dalil yang menunjukkan bahwa tentang sifat dan perjuangan Tauhid Nabi Ibrahim adalah firman Alloh ‘Azza wa Jalla, yang artinya: “Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang menjadi teladan, senantiasa patuh kepada Alloh dan hanif, dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang berbuat syirik (kepada Alloh).” (QS: An-Nahl: 120).
Alloh ‘Azza wa Jalla berfirman, yang artinya: “Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia, ketika mereka berkata pada kaumnya, ’Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Alloh, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kami permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Alloh saja’.” (QS: Al Mumtahanah: 4)
Orang yang mengikuti ajaran Ibrohim itulah orang yang mentauhidkan Alloh ‘Azza wa Jalla dan menjauhi diri kesyirikan, dan mentaati syariat yang telah ditetapkan oleh Alloh ‘Azza wa Jalla. Adapun orang menyelisihi ajaran Ibrohim itulah dia orang yang mempersekutukan Alloh ‘Azza wa Jalla dan terjerumus kepada perbuatan syirik, tidak mentaati apa yang telah ditetapkan oleh Alloh, bahkan menghalalkan yang diharamkan dan mengharamkan yang dihalalkan, sehingga mereka melanggar dan terjerumus dari perkara-perkara yang keluar dari tujuan hidupnya yaitu beribadah kepada Alloh ‘Azza wa Jalla semata.
Mereka Yang Menyimpang dari Agama Ibrohim
Betapapun keterangan yang jelas dan gamblang telah ada, namun banyak orang sesat dan berusaha menyesatkan manusia dari millah Ibrohim yang lurus. Mereka lebih memilih prinsip liberalisme dalam beragama ketimbang jalan Ibrohim.
Alloh ‘Azza wa Jalla berfirman, yang artinya: “Tidaklah kamu memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturnkan sebelummu? Mereka hendak berhakim kepada thagut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari thagut itu. Dan syetan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan kepada mereka, ’Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Alloh telah turunkan dan kepada hukum rasul’, niscaya kamu lihat orang-orang munafiq itu menghalangi (manusia) dari (mendekati) kamu dengan sekuat-kuatnya.” (QS: An-Nisa’: 60-62).
Ibnu Katsir mengatakan bahwa di dalam ayat ini terdapat celaaan terhadap orang yang berpaling dari Al-Quran dan As-Sunnah. Dan berhukum kepada selain Al Quran dan As Sunnah adalah termasuk kesesatan, dan itulah yang dimaksud dengan thagut disini.
Mendahulukan Akal dan Hawa Nafsu
Itulah hakikat dari agama liberal, yang menjadikan akal-akal mereka di atas ketentuan syariat, tidak tunduk kepada hukum yang ditetapkan Alloh dan rasul-Nya. Adapun orang-orang yang menyerahkan diri kepada Alloh dan beriman kepada-Nya telah Alloh ‘Azza wa Jalla jelaskan, yang artinya: “Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin bila mereka dipanggil kepada Alloh dan rasul-Nya agar rasul mengukum (mengadili) diantara mereka ialah ucapan: ’Kami mendengar dan kami patuh.’ Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS: An-Nuur : 51)
Itulah orang yang benar imannya, dimana ketika diperintahkan untuk menetapkan hukum sesuai dengan Al Quran dan As Sunnah maka akan mengatakan “Kami Mendengar dan kami taat” walaupun tidak sesuai dengan akal mereka. Itulah orang yang mukmin, mereka selalu beriman terhadap semua perkara yang telah ditetapkan diantara mereka, dan tidak mendahulukan akal-akal mereka diatas syari’at Alloh ‘Azza wa Jalla.
Kejahatan Menolak Hadits-Hadits Shahih
Orang-orang sesat berpendapat bahwa hadits-hadits yang ada meskipun shahih masih perlu dikoreksi dan dikritisi. Sungguh aneh, dimanakah letak konsekuensi syahadat mereka. Di satu sisi mengaku bahwa Muhammad adalah Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam, namun di lain sisi berkata demikian. Setiap muslim yang baik pasti segera yakin bahwa hal tersebut perintah Nabi yang bersumber dari wahyu Alloh. Bukankah Alloh ‘Azza wa Jalla berfirman, yang artinya “Dan tiadalah yang diucapkannya (muhammad) itu menurut kemauan hawa nafsunya. Tidak lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS: An-Najm: 3-4)
Alloh ‘Azza wa Jalla berfirman, yang artinya: “Barangsiapa yang mentaati rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Alloh.” (QS: An-Nisaa’: 80).
Siapa saja yang mentaati Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam dalam setiap perkara yang diperintahkan maupun yang dilarang, maka sungguh dia telah taat kepada Alloh ‘Azza wa Jalla. Karena tidaklah beliau memerintah dan melarang kecuali diperintahkan oleh Alloh. Itulah syari’at Alloh ‘Azza wa Jalla, wahyu-Nya, dan ketetapan-Nya. Sungguh, jika Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam tidak maksum dari setiap wahyu yang disampaikannya dari Alloh ‘Azza wa Jalla, maka Alloh tidak akan memerintahkan manusia untuk mentaatinya.
Kejahatan Mengolok-olok Alloh dan Rasul-Nya
Di antara hal yang sangat berbahaya dalam prinsip liberal dalam beragama adalah suka mengolok-olok Alloh ‘Azza wa Jalla dan Rosul-Nya, baik penghinaan secara langsung ataukah pelecehan terhadap hukum-hukum syariat. Padahal yang demikian itu adalah sifat orang-orang munafik. Alloh ‘Azza wa Jalla berfirman, yang artinya: “Dan jika kamu tanyakan kepada orang-orang munafiq (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, ’Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.’ Katakanlah, ’Apakah dengan Alloh, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok? Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu sudah kafir sesudah beriman…” (QS: At-Taubah: 65-66)
Diriwayatkan bahwasannya ketika perang Tabuk ada seseorang yang berkata, “Belum pernah kami melihat seperti para ahli baca Al-Quran ini, orang yang lebih buncit perutnya, lebih dusta lisannya dan lebih pengecut dalam peperangan.” Yang ia maksud yaitu Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat yang ahli baca Al-Qur’an. Maka berkatalah Auf bin Malik kepadanya, “Dusta kau, bahkan kamu adalah seorang munafiq, akan kuberitahukan kepada Rosululloh.” Lalu pergilah Auf kepada Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam untuk memberitahukan hal tersebut kepada beliau. Tetapi sebelum ia sampai, telah turun wahyu Alloh kepada Rosululloh. Ketika orang yagn mengolok-olok tadi datang kepada Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam dan beliau telah beranjak dari tempatnya dan menaiki ontanya. Maka berkatalah dia kepada Rosululloh, “Ya Rosululloh! Sebenarnya kami hanya bersenda gurau dan mengobrol sebagaimana obrolan orang-orang yang bepergian jauh untuk pengisi waktu saja dalam perjalanan kami.” Ibnu Umar berkata, “Aku melihat dia berpegangan pada sabuk pelana unta Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam, sedang kedua kakinya tersandung-sandung batu sambil berkata, ’Sebenarnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.’ Lalu Rosululloh berkata kepadanya, ‘Apakah dengan Alloh, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?’”
Segenap pengunjung dan redaksi yang semoga dirohmati Alloh ‘Azza wa Jalla, seorang yang masih lurus fitrohnya pasti akan segera tahu bahwa prinsip-prinsip liberalisme dalam beragama di atas jelas sekali kesesatannya. Tidak ada pilihan lagi bagi kita kecuali untuk meniti millah Nabi Ibrohim ‘alaihis salam dan meninggalkan jalan-jalan kesesatan yang menyimpang dari agama beliau. Hal ini karena jalan Ibrohim adalah jalan tauhid dan keselamatan, dan itulah jalannya Nabi kita Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam.
Sumber: www.mediamuslim.info
Tidak ada komentar:
Posting Komentar