Ada kesabaran dan keteguhan menakjubkan di balik tutur katanya. Nada bicaranya menunjukkan kekokohan dan ketegaran jiwa, kata-katanya menyiratkan kehalusan batin. Lebih penting dari itu, ketawadhuannya begitu kentara dari cara ia bicara, berdialog dan menjawab pertanyaan.
----------
Rosya: “Semua Lembaran Hidup as-Syahid adalah Kenangan yang Tak Terlupakan
Ada kesabaran dan keteguhan menakjubkan di balik tutur katanya. Nada bicaranya menunjukkan kekokohan dan ketegaran jiwa, kata-katanya menyiratkan kehalusan batin. Lebih penting dari itu, ketawadhuannya begitu kentara dari cara ia bicara, berdialog dan menjawab pertanyaan.
Ketika kami katakan kepadanya, “Di belakang lelaki agung pasti ada wanita mulia,” ia segera menyang-gahnya,”Tidak, demi Allah, jika wanita itu ada di balik kesuksesan dr. Rantisi hingga ia meraih syahadah, maka tak lain dia adalah ibunya-Allahuyarhamuha- yang telah membesarkan dan mendidiknya dengan sebaik-baik pendidikan. Beliaulah yang menanam makna kemuliaan dan ketinggian harga diri di jiwa As-Syahid.” Berikut ini wawancara kami dengan Ummu Muhammad, panggilan akrab Nyonya Rosya.
Bisa diceritakan, bagaimana awal mula perkenalan Anda dengan as-Syahid?
Waktu itu saya lulus SMU dan belum bersinggungan dengan pergerakan Islam (harakah Islamiyah), meski saya tergolong gadis yang cukup istiqamah, dalam artian saya belum pernah berpacaran layaknya muda-mudi lainnya. Saya sebenarnya berobsesi untuk meneruskan studi ke perguruan tinggi, tapi ayah tidak mengizinkan karena meneruskan keperguruaan tinggi berarti saya harus pergi ke Mesir.
Ketika Abu Muhammad (Abdul Aziz ar-Rantisi) datang melamar, saya lihat beliau memiliki kriteria-kriteria pria yang diidamkan oleh semua gadis. Dan saya saksikan sendiri, belum pernah semasa hidup kami, beliau menyakiti saya baik dengan perkataan atau tingkah laku, meski beliau terus berinteraksi dengan banyak orang.
Bagaimana dengan cobaan yang dihadapi as-Syahid?
Secara mental saya cukup siap ketika beliau beberapa kali dipenjara, baik di masa intifadhah kesatu atau intifadhah kedua. Tentu saja pada awalnya memang saya rasakan berat, tapi yang kemudian menjadikan saya tsabat (teguh) adalah keyakinan saya bahwa Allah-lah yang telah menakdirkan demikian dan Dialah yang menjamin keberlangsungan hidup kami, baik dengan kebe-radaannya di tengah-tengah kami atau pun tidak.
Jalan yang ditempuh as-Syahid sepanjang hayatnya, tidak kurang dari tiga puluh tahun, adalah berjihad, hanya semata-mata mengharap ridha Allah. Dan itu adalah jalan yang benar dan inilah satu-satunya jalan yang akan mengantarkan kita pada kebahagiaan yang hakiki, kebahagiaan yang tiada tandingnya.
Ini memang bukan jalan yang dihiasi dengan bunga-bunga indah menawan, bahkan sebaliknya penuh dengan berbagai rintangan dan menuntut pengorbanan, namun cita-cita dan tujuan yang diidamkan membuat manusia mudah untuk melewati semua kepahitan itu. Dan ini adalah Sunnatullah dalam berdakwah sejak zaman nabi Adam hingga kita sekarang ini.
Bagaimana dr. Rantisi mendidik anak-anaknya?
Beliau tidak terus-menerus larut dalam kesibukannya yang super padat itu. Kadang-kadang kalau rumah sedang penuh dengan para wartawan, dalam kondisi seperti itu, ketika ia hendak mengambil sesuatu dari kamar dan melihat anak-anak atau ibu mertua atau salah seorang putrinya, spontan ia menebar senyumnya lalu menanyakan keadaan mereka. Perhatiaannya terhadap hal-hal sepele di sekitarnya punya saham besar dalam membentuk kepribadian saya agar juga peka dan peduli terhadap orang-orang di sekitar.
Beliau juga sangat gemar bersilaturahmi meski hanya dengan menelpon, di samping juga sangat menyayangi anak-anak, terutama cucu-cucunya yang sudah berjumlah 14 orang, seperti kepada Ahmad (21 tahun) yang juga cedera bersamanya dalam usaha pembunu-hannya satu tahun yang lalu, sangat dia cintai. Anak kami, Ahmad, ini pun bertekad untuk mengikuti jejak ayahnya.
Bagaimana as-Syahid memerankan multi perannya sebagai bapak, suami, kakek dan mujahid?
As-Syahid adalah sosok pribadi Islam yang paripurna yang tercermin dalam firman-Nya,”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS. 51:56).
Beliau selalu berupaya mencontoh Rasulullah SAW dalam berperilaku, bersosial, hidup berkeluarga dan dalam berjihad. Dan semua ini beliau anggap sebagai ibadah. Ia senantiasa berbuat baik kepada ibunya, juga dalam bergaul dengan istri, saudara-saudarinya, memuliakan putri-putrinya, bermain dengan cucu-cucunya. Ia bersikap tegas dan keras terhadap orang-orang kafir serta musuh-musuhnya. Tetapi ia tetap tawadhu dengan siapa saja yang berinteraksi dengannya.
Kejadian apakah yang membuat Anda tidak bisa melupakannya?
Semua lembaran hidup as-Syahid adalah kenangan yang tak akan pernah terlupakan. Di antara semua itu ada satu kasus yang benar-benar tak akan pernah saya lupakan selamanya. Ini saya hadi-ahkan untuk Anda para suami. Suatu ketika saya menata dan membersihkan rumah, secara tak sengaja saya menyenggol kaca televisi hingga layarnya pecah dan sama sekali rusak. Saya panik dan bingung, karena setelah suami dibebaskan dari penjara, kondisi ekonomi kami tidak memungkinkan untuk membeli televisi baru.
Ketika Abu Muhammad mendata-ngiku, dia menanyakan apa yang menyebabkan aku tampak bingung. (Setelah mengetahui sebabnya), sambil tersenyum beliau menghi-burku, “Semua hal pasti ada batas waktunya…Qaddarallah maa syaa’a fa’al (jika Allah telah mentakdirkan pasti akan terjadi).”
Apa yang Anda rasakan ketika menerima berita mati syahidnya dr. Rantisi?
Seperti lazimnya perasaan setiap istri kehilangan suami. Akan tetapi saya tidak kehilangan kendali diri, saya tidak kehilangan iman dan ketsi-qahan saya kepada Allah. Ini adalah karunia dari-Nya. Setelah beberapa menit dari kepergiannya dari rumah, saya mendengar ledakan bom, hati saya mengatakan, pasti suami saya yang kena sasarannya.
Untuk mendapat kepastian segera saya mendengarkan radio Shautul Aqsa. Waktu itu sedang adzan Isya. Selepas adzan langsung diberitakan pengeboman mobil as-Syahid serta syahidnya pengawal beliau saat itu juga. Adapun beliau sendiri sedang mendapat perawatan darurat. Saya tak henti-henti bertahmid kepada Allah, lalu berwudhu dan shalat Isya serta berdo’a agar Allah memberikan ketsabatan kepadaku dan kepada anak-anak kami, karena Dialah yang menjanjikan kepada hamba-Nya, jika mereka berdo’a pasti akan dikabulkan-Nya.
Apa yang diwasiatkan beliau kepada Anda sebelum kepergiannya?
Sepanjang hayatnya –selama tiga puluh tahun-ia habiskan untuk berjihad, merealisasikan manhaj Allah dalam semua sisi kehidupannya; dalam bermuamalah, berakhlak, berjihad, beribadah, bersosial, berpolitik, berinteraksi dengan yang lain. Ini adalah wasiat paling besar dan di jalan inilah kami akan terus melaju.
Apakah As Syahid pernah meng-ungkapkan perasaannya telah dekat kepada kematiannya? Beliau belum pernah mengung-kapkannya kepada kami. Tapi setiap detik, setiap jam, setiap hari beliau memang sudah bersiap-siap untuk itu. Ini tentu saja karena beliau beruswah kepada Rasulullah Sha-lallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya yang mulia.
Apa kalimat terakhir yang beliau katakan? Dan bagaimana kondisi jiwanya ketika itu?
Beliau sangat gembira sekali dan kondisi spiritualnya, sebagaimana juga biasanya, sangat prima. Kalimat terakhir yang ia katakan kepada kami, “Semoga Engkau masukkan kami ke surga-Mu, wahai Allah, inilah puncak harapanku”
Apa cita-cita tertinggi as-Syahid?
Cita-cita tertingginya adalah agar Allah mengaruniainya kesyahidan. Tidak lebih dari itu.
Semua syuhada memiliki kara-mah. Kira-kira apa karamah as-Syahid?
Darah yang terus mengalir hingga dua puluh empat jam dari kesyahi-dannya. Tercium wangi kesturi dari seluruh anggota tubuhnya. Ketegaran dan keteguhan batin yang saya dan anak-anak saya rasakan dan senyum manis yang terpancar dari gigi serinya, saya rasa itu adalah merupa-kan karamah beliau.
Apa pesan Anda kepada wanita-wanita Palestina yang menunggu giliran ditinggal mati syahid oleh suami, bapak dan anak mereka ?
Saudari tercinta, peran seorang wanita tidak saja bermula dari sekarang. Akan tetapi peran kalian sejalan dengan peran kaum lelaki, Rasulullah SAW bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggung-jawaban terhadap apa yang dipim-pinnya…seorang perempuan adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya…” Saya telah persembahkan kepada Anda sekalian prototipe yang sangat memukau dalam setiap sisi kehidu-pan. Sekarang giliran Anda sekalian.
Setelah suami dan anak Anda syahid maka giliran Andalah menyem-purnakan peran Anda (dengan berjihad) dalam kehidupan Anda sekalian. Semoga Allah memberikan keteguhan hati, mengayomi dan memberikan taufik kepada Saudari. Semoga Ia mengarahkan jalan yang Saudari tempuh dan menyatukan Saudari bersama orang-orang yang Saudari kasihi di surga-Nya kelak. *
(Heri Efendi/Hidayatullah, diterjemahkan dari koran Afaq Arabia, 13 Mei 2004).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar