Ada dua pendapat:
1. Najis: pendapat Imam Abu Hifah dan Imam Malik. Dasarnya adalah Hadits Aisyah. Ketika ia ditanya tentang mani yang mengenai pakaian, ia menjawab,”Aku dahulu mencucinyandari paian Rasulullah SAW, lalu beliau keluar untuk shalat. Sementara bekas cucian itu masih kelihatan pada pakaian beliau”. (Muttafaqun ’alaihi: Bukhari dan Muslim)
2. Mani suci: pendapat dari Imam syafii, Dawud dan Ahmad Hadits Aisyah tentang mani, ”Dulu aku mengeriknya dari pakaian Rasulullah SAW” (HR. Muslim: Shohih). Juga berdasarkan hadits Aisyah, bahwa ada tamu yang singgah di rumah Aisyah. Pagi harinya ia mencuci pakaiannya. Maka Aisyah berkata padanya,”Sesungguhnya cukup bagimu mencuci tempat yang terkena mani, jika engkau melihatnya. Maka percikan saja di sekitarnya. Aku pernah mengeriknya dari paian Rasulullah SAW lalubeliau shalat dengan pakaian tersebut”. (HR. Muslim: Shohih) Pendapat dari Mjmu’ Fatawa: Yang menegaskan hukum sucinya mani adalah bahwa para shahabat dahulu juga mimpi basah. Dan mani mengenai badan dan tubuh mereka. Seandainya najis, tentu wajib bagi Nabi SAW untuk memerintahkan mereka untuk menghilangkannya seperti ketika memerintahkan untuk beristinja’. Namun, tidak ada seorangpun yang meriwayatkan hal tersebut.
Wallahu a’lam bishshawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar